LOMBA BLOG SATU GURU, JURUS JITU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN KURIKULUM MERDEKA BELAJAR
LOMBA BLOG SATU GURU
JURUS JITU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN KURIKULUM MERDEKA BELAJAR
Oleh: Elmiya Sari, S.Pd.
Assalamaualaikuk wr.wb.
Apa kabar para pendidik seluruh nusantara? Semoga dalam keadaan sehat dan bahagia.Tidak lama lagi tepatnya di awal tahun ajaran baru 2022-2023 kita akan menyongsong hadirnya kurikulum baru yakni kurikulum Merdeka Belajar. Sudahkah anda siap menyongsong kehadirannya? Apa saja yang akan anda siapkan? Bagaimana untuk memulainya?
Mungkin sejenak kita akan merasakan bingung bahkan stres khususnya tentang perangkat apa saja yang mesti kita bawa di dalam kelas. Bagaimana penerapannya? Bagaimana pula asesmennya?
Disini saya mencoba membatu memaparkannya berdasarkan sumber yang terpercaya yakni bapak Bukik Setiawan. Menurut bapak Bukik Setiawan ketua yayasan guru belajar dan berbagi yang juga pendiri yayasan guru cikal. Beliau juga sebagai penggagas kurikulum prototype yang sekarang bermetamorfosis menjadi kurikulum ‘ Merdeka Belajar”.
Saya lansir dari Instagram beliau. Apa saja persiapan yang harus dilakukan seorang guru agar sukses menerapkan kurikulum merdeka? Ternyata ada satu kunci sukses dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar. Menurut bapak Bukik Setiawan, semakin kompeten seorang guru maka yang dipersiapkan untuk menerapkan kurikulum Merdeka Belajar semakin sedikit. Satu kunci suksesnya yaitu guru harus menguasai konsep dan praktik assesmen secara utuh. Padahal selama ini jika kita perhatikan kebanyakan kelas di Indonesia dalam mempraktikkan pembelajaran banyak sekali yang dipersiapkan oleh guru mulai dari RPP, prota, prosem, KKM, silabus, penilaian KI 1, KI2, KI3, KI4 dan lain-lain yang cukup memusingkan guru. Dari sekian banyak perangkat tersebut sebenarnya apa yang menjadi prioritas utama?
Menurut bapak Bukik Setiawan, prioritas utama agar sukses mengimplementasikan kurikulum Merdeka Belajar adalah menentukan assesmen pembelajaran. Pilihan assesmen akan menentukan praktik pembelajaran yang terjadi sehari-hari di dalam kelas dan di luar kelas.
Jika seorang guru ingin menilai siswanya berdasarkan hafalannya pada sebuah rumus maka tentu murid tersebut akan menghafalkan rumus tersebut supaya mendapat nilai yang bagus sesuai tujuan assesmen gurunya. Atau ketika seorang guru ingin menilai kemampuan bernyanyi muridnya maka murid pasti akan mengembangkan kemampuan bernyanyinya.
Jika keberhasilan belajar ditentukan oleh assesmen yang hanya mengukur kemampuan menghafal atau di tingkat berfikir tingkat rendah. Maka pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran berbasis projek yang menjadi nyawa dari kurikulum “Merdeka Belajar” tidak akan disambut antusias oleh murid. Pembelajaran berdiferensiasi yang memfasilitasi siswa untuk belajar dan pembelajaran berbasis projek berupa aksi nyata yang menghasilkan bukti suatu produk dari hasil belajar tidak akan nampak. Pembelajaran semacam ini bukanlah implementasi kurikulum Merdeka Belajar. “Maka ubahlah asesmennya terlebih dahulu baru kemudian merubah strategi pembelajarannya” ujar pak Bukik.
Selain asesmen dapat menentukan pembelajaran dengan asesmen ternyata juga dapat menjadi pembelajaran. Maksudnya jenis asesmen bisa menjadi bagian dari strategi pembelajaran. Misalkan begini pada awal masuk, pada proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran berikan asesmen formatif, karena asesmen formatif sangat menentukan berhasil tidaknya pembelajaran. Mengapa bisa begitu?
Lebih jauh bapak Bukik Setiawan memaparkan, dalam memberikan asesmen formatif misalkan dengan memberikan 5-15 soal pilihan ganda yang berbobot dapat memicu anak untuk bernalar, supaya lebih seru gunakan aplikasi online seperti quiziz atau kahoot tanpa menentukan hasil akhirnya. Artinya biarkan murid menilai jawabannya sendiri dengan melakukan refleksi tentang mana jawaban yang menurutnya keliru, mana topik yang dirasa kurang dipahaminya. Pembelajaran ini dapat dilakukan secara individu ataupun kelompok.
Yang lebih seru lagi ajak murid menentukan tujuan belajarnya, cara belajar yang disukainya, dan jadwal belajar yang tepat untuk mempelajari topik yang belum dikuasainya. Jadi serasa sambil menyelam minum air ya asesmen ya juga belajar.
Pembelajaran online dan tatap muka lebih maksimal menggunakan pembelajaran blended learning. Maksudnya begini dalam memberikan materi dapat kita lakukan secara online dengan menggunakan video, gambar, slide atau suara. Dengan begitu anak dapat menentukan kapan waktu yang tepat untuknya belajar, video dan gambar atau paparan materi dapat diputar berkali-kali sampai siswa paham tentang materi yang kita berikan. Berikan pertanyaan-pertanyaan pemantik atau menyuruh siswa membuat pertanyaan dari refleksinya mempelajari materi. Pada pertemuan tatap muka siswa dapat mengutarakan pendapatnya dan guru dapat meluruskan pemahaman. Pembelajaran tatap muka juga dapat diberikan guru dengan melakukan suatu kegiatan projek. Inilah pembelajaran merdeka belajar.
Mengapa harus asesmen? Mengapa bukan yang lain? Menurut bapak Bukik Setiawan penguasaan manajemen kelas, beragam strategi pembelajaran dan pelibatan orang tua memang sama pentingnya. Namun seiring padatnya pekerjaan guru, maka mau tidak mau guru harus menentukan prioritas yang harus dikuasai yang paling terpenting dari yang terpenting.
Asesmen yang kita buat akan berdampak pada murid. Dampak perubahan asesmen dapat dilihat dari kemampuan dan perilaku murid. Jika asesmen yang kita buat mengukur kemampuan yang tinggi maka hasil perubahan pada muridpun tinggi. Begitupun sebaliknya jika asesmen yang kita gunakan mengukur pada ranah rendah maka kemampuan siswapun akan rendah. Hubungan sebab akibat akan terjadi disini.
Hubungan sebab akibat tersebut akan membuat guru mendapat umpan balik spontan yang akan dijadikan dasar bagi guru untuk melakukan perbaikan asesmen ataupun perbaikan aspek pembelajaran yang lain. Pak Bukik menyebutnya asesmen sebagai pemicu perubahan. Apalagi jika asesmen tersebut didiskusikan bersama murid dengan melakukan refleksi maka akan terjadi perubahan perilaku pada siswa. Siswa akan bertanggung jawab pada belajarnya, murid akan berusaha menggapai tujuan pembelajaran secara maksimal. Inilah kemerdekaan belajar bagi murid. Murid merdeka dengan bertanggung jawab. Sudah terbayang dahsyatnya perubahan asesmen yang berdampak pada siswa kan?
Maka dapat disimpulkan tips mempraktikkan asesmen Merdeka Belajar adalah:
Pertama, lakukan asesmen diagnosis sebelum membuat rencana pembelajaran. Hal ini berfungsi untuk menentukan asesmen, strategi , media dan sumber yang tepat berdasarkan minat/bakat, karakter, dan profil siswa. Asesmen diagnosis dapat dilakukan dengan cara wawancara, angket atau memperhatikan siswa saat proses belajarnya.
Kedua, Perbanyak asesmen formatif. Asesmen formatif di awal belajar dapat kita berikan dengan cara memberikan sarapan pagi di awal pembelajaran. Sedangkan asesmen formatif di dalam proses belajar dapat dilakukan dengan cara tugas individu atau tugas kelompok sesuai minat dan kebutuhan siswa dan di akhir pembelajaran ajak siswa membuat kesimpulan belajar untuk melakukan refleksi. Asesmen formatif sangat menentukan keberhasilan belajar.
Ketiga, Kurangi frekuensi asesmen sumatif. Selama ini asesmen formatif hanya mengukur kemampuan tingkat kognitif siswa. Dan hal ini kurang disarankan pada kurikulum Merdeka Belajar karena kurang memberikan dampak kepada murid. Sesuai struktur kurikulum Merdeka Belajar pembelajaran yang diberikan ada dua yaitu pembelajaran intrakurikuler yang terdiri dari literasi dan numerasi yang dapat dilakukan di dalam dan di luar kelas. Dan kegiatan projek sebagai aksi nyata dari perwujudan pembelajaran intrakurikuler yang bertujuan pada pembentukan profil pelajar Pancasila.
Keempat, Fokus asesmen sumatif yang komprehensif. Seperti yang saya singgung di atas, selama ini asesmen sumatif yang diberikan di tengah semester dan di akhir semester hanya menilai kemampuan kognitif siswa. Pada kurikulum Merdeka Belajar diharapkan asesmen sumatif dilakukan secara komprehensif dimana asesmen yang diberikan dapat mengukur kemampuan siswa secara menyeluruh baik kognitif, afektif, ketrampilan dan psikomotornya. Hasil belajar yang diharapkan adalah siswa dapat mengetahui, menalar, terampil, menghasilkan suatu karya dan mempunyai sikap yang terpuji.
Dari paparan yang diberikan bapak Bukik Setiawan di atas dapat saya ambil kesimpulan tugas dan peran guru bukan hanya menyampaikan pembelajaran sepotong supaya tujuan pembelajaran tercapai, namun lebih dari itu tugas guru disini adalah guru harus dapat mewujudkan kompetensi siswa secara komprehensisf. Untuk itu guru diberi kebebasan untuk memfasilitasi belajar murid supaya murid dapat belajar dengan bahagia. Memfasilitasi belajar murid dengan pembelajaran yang berdiferensiasi, mematangkan jiwa siswa dengan pembelajaran sosial emosional. Selain itu penting untuk memerdekakan murid dalam belajar yang bertanggung jawab, melakukan tuntunan supaya murid berperilaku positif sehingga membentuk profil pelajar Pancasila yang kelak siap hidup sebagai bagian dari masyarakat madani yang berbudi luhur. Itu artinya peran guru lebih komprehensif dalam upaya merubah paradigma baru pendidikan sesuai kurikulum Merdeka Belajar. Peran guru sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan di Indonesia melalui keberhasilan implementasi kurikulum Merdeka Belajar.
Seperti apa yang telah dikatakan Ki Hadjar Dewantara melalui filosofinya, bahwasannya seorang pendidik diibaratkan sebagai seorang petani maka ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Ki Hadjar Dewantara, Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr.1937.
Lebih jauh Ki Hadjar mengatakan menuntun tidak dapat dipisahkan dari kata “Merdeka”. Karena dengan merdeka anak merasa bebas menentukan keinginannya yang menjadi suatu kebenaran yang diyakininya dengan tanda kutip setelah mendapat tuntunan dari guru tentang perilaku kebaikan yang ada pada anak dan anak menghargai nilai kebenaran yang telah diyakinnya. Menurut Ki Hajar Dewantara “...merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri.” (Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan Kelima, 2013,Halaman 469).
Ki Hadjar juga mengatakan tuntunlah anak sesuai bakat alam dan zamannya. Dalam hal ini sangat selaras dengan apa yang di sampaikan professor Eko Indrajid. Menurut profesor Eko Indrajit dalam Unesco ICT competency Framework for Teachers literasi dan kompetensi selain menguasai ICT yang harus di miliki guru dalam konteks PJJ pada sesi 70 menyebutkan terdapat 3 kompetensi yang harus ditanamkan pada murid :Technology literacy, knowledge deepening dan knowledge creation.
1. Literacy Digital
Salah satu tugas guru adalah menanamkan serta meningkatkan literasi teknologi kepada siswa sebagai upaya penuntun kodrat zaman. Mengapa demikian?
Perubahan zaman tanpa kita sadari menuntut kita masyarakat Indonesia baik anak-anak maupun orang dewasa turut andil dalam menggunakan teknologi untuk mempermudah kegiatan sehari-hari. Bagaimana tidak kita yang dulu jika berbelanja harus pergi ke pasar atau ke swalayan kini kegiatan jual beli cukup dilakukan di dalam rumah saja melalui gadget.
Dulu anak-anak yang suka bermain di luar rumah melakukan aktifitas bermain bersama teman –temannya kini mereka dapat bermain di dalam rumah melalui aplikasi game bahkan mereka mendapatkan teman baru bukan hanya di sekitar rumahnya melainkan teman baru dari berbagai penjuru dunia.
Apalagi ketika covid-19 melanda, aktivitas belajarpun menjadi berubah. Cara belajar tatap muka yang dilakukan di sekolah setiap hari kini dapat dilakukan dari rumah. Anak-anak di tuntut untuk dapat menguasai teknologi supaya dapat melakukan kegiatan belajar mengajar jarak jauh. Dengan penguasaan teknologi anak-anak dapat mengakses ilmu pengetahuan dari internet. Namun perlu adanya bimbingan dan pendampingan dari orang tua ketika anak mengakses informasi melalui digital. Pasalnya banyak sekali konten-konten yang tidak bertanggung jawab dan penipuan yang berakibat fatal bagi anak-anak.
Dalam menghadapi perkembangan teknologi yang sangat cepat, literasi digital merupakan kunci dan fondasi utama yang harus dimiliki sebagai upaya membentuk masyarakat madani. Pemerintah dalam hal ini Kemkominfo bersama Siberkreasi berkomitmen akan terus melakukan upaya meningkatkan literasi digital masyarakat melalui berbagai macam inisiatif kegiatan. Dengan berbagai inisiatif kegiatan literasi digital diharapkan dapat memfasilitasi dan semakin mendorong terwujudnya masyarakat digital Indonesia, dan akan mempercepat proses digitalisasi di berbagai lini kehidupan.
“Maka kita harus mempersiapkan SDM dengan keterampilan digital yang sesuai untuk menghadapi perubahan ini. Mari kita membawa perubahan positif untuk Indonesia yang lebih baik. Kita ciptakan inovasi-inovasi berkualitas dengan mengembangkan talenta dan memaksimalkan potensi masyarakat digital Indonesia. Bersama kita dapat melalui pandemi dengan menjadi lebih baik dari masalah sebelumnya.
Diperlukan kerjasama lintas segitiga emas yaitu antara murid, guru dan orang tua dalam mewujudkan kegiatan belajar secara daring. Guru sebagai penuntun dan fasilitator dalam belajar dan orang tua sebagai pendamping siswa ketika belajar. Dengan begitu anak-anak akan aman melakukan litersi secara digital. Dengan litersi digital semakin menambah wawasan anak-anak dimana sumber ilmu anak bukan hanya dari guru melainkan tak terbatas tersedia dengan literasi secara digital.
2. Knowledge deepening
Setelah melaksanakan literasi digital, menguasai cara-cara menggunakan digital anak akan mandiri dalam mengakses internet. Melalui kemampuan literasi digital anak akan banyak belajar dari berbagai sumber yang menurutnya mempunyai kemampuan melebihi dirinya bahkan dapat menjadikan seseorang yang tak dikenalnya sebagai gurunya. Anak akan mencari dan memilih sumber-sumber belajar yang relevan sesuai dengan keinginan serta kebutuhannya. Anak-anak akan berusaha mendownload sumber belajarnya atau bergabung melalui grup whatshap guna menambah pertemanan serta bersosialisasi memecahkan kendala belajarnya. Kemampuan anak-anak memperdalam pengetahuan sesuai bidang yang menjadi minatnya inilah yang dinamakan “ Knowledge Deepening”.
3. Knowledge Creation
Setelah anak-anak melakukan pendalaman literasi ( knowledge deepening) harapannya mereka akan dapat semakin cerdas menguasai bidang ilmu pengetahuan yang menjadi pilihan yang sesuai bakatnya. Dari ilmu pengetahuan yang mumpuni anak diharapkan dapat menciptakan sesuatu yang baru baik teori, metodologi, produk, layanan, barang, artevak, penemua ide atau gagasan yang memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut Taksonomi Bloom mencipta (mengkreasi) merupakan ranah tertinggi dari enam ranah yang diciptakannya. Karena pada tingkat mengkreasi ini anak dapat mengatur ulang informasi yang dimiliki kemudian menggabungkan dengan informasi yang didapatkan kemudian menciptakan sesuatu yang baru.
Untuk mewujudkan harapan tujuan kompetensi murid di atas, menurut modul program pendidikan guru penggerak yang notabene merupakan program pendidikan kepemimpinan dalam pembelajaran kurikulum merdeka belajar. Seorang guru umumnya dan seorang guru penggerak khususnya harus mempunyai suatu nilai –nilai untuk menjalankan perannya sebagai seorang guru.
Nilai-nilai tersebut yang pertama adalah seorang guru harus mempunyai jiwa mandiri maksudnya guru harus mampu menemukan solusi terkait masalah di kelas dengan cara meningkatkan kompetensi diri secara mandiri. Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi ICT untuk mengembangkan pembelajaran yang berkualitas sesuai zamannya. Selanjutnya guru harus menguasai kompetensi literasi, maksudnya seorang guru harus menguasai berbagai macam bidang ilmu supaya dapat pengimplementasian kurikulum yang sedang dilaksanakan dengan baik. Untuk itu wajib bagi guru untuk terus belajar…belajar…dan belajar sebagai pembelajar sepanjang hayat. Dan yang terakhir adalah kompetensi pedagogig yaitu ilmu atau seni tentang mengajar. Seni guru dalam mengajar bukan sekedar berhasil mengelola kelas namun juga lebih kepada seni bagaimana menyajikan model pengajaran yang cocok di era keterbukaan konten ini. Yang sesuai sesuai kebutuhan, minat/bakat dan profil belajar muridnya.
Kedua, seorang guru harus selalu menjadikan refleksi sebagai budaya kesehariannya dalam kegiatan belajar mengajarnya yaitu guru harus mampu mengevaluasi, memaknai kemudian memperbaiki diri setelah belajar dari suatu pembelajaran yang telah dilakukannya. Sampai-sampai ada suatu slogan yang mengatakan bahwa “Belajar tanpa refleksi adalah sia-sia, refleksi tanpa belajar itu berbahaya”. Merujuk slogan CGP tersebut mengisarahkan pentingnya suatu refleksi setelah terjadinya proses belajar baik refleksi untuk guru maupun murid yang berguna sebagai rujukan untuk melakukan suatu perbaikan selanjutnya.
Ketiga, Kolaboratif artinya dalam mewujudkan cita-cita pendidikan nasional seorang guru membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut yaitu sesama rekan guru, kepala sekolah, murid, wali murid, komite sekolah, masyarakat sekitar sekolah, dinas pendidikan dan pihak-pihak terkait yang bertujuan untuk memajukan pendidikan. Tanpa kolaborasi tujuan tersebut akan berat tergapai.
Keempat, Inovatif yaitu seorang guru harus mampu memunculkan gagasan/ide dan menciptakan karya yang bermanfaat untuk mendukung kemajuan belajar siswa. Guru yang kreatif tidak mengenal kata menyerah, guru yang kreatif akan memanfaatkan aset apapun yang ada di sekolah untuk menunjang proses pembelajaran yang berpihak pada murid. Guru yang kreatif selalu berfikir positif untuk menjadikan kelemahan dan keterbatasan yang dimiliki sekolah sebagai suatu kekuatan baru dengan tangan dan pemikiran kreatifnya.
Kelima, Berpihak pada murid maksudnya segala yang dilakukan seorang guru keputusan akhir yang dilakukannya adalah berorientasi untuk murid…murid….dan murid. Selalu mengutamakan kepentingan murid diatas kepentingan diri sendiri dan memberikan kasih sayang selayaknya orang tua kepada anaknya.
Jika kelima nilai tersebut telah melekat pada jiwa seorang guru maka akan mudah untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar yang digadang-gadang kementerian pendidikan sebagai upaya mewujudkan generasi emas 2045 mendatang. Generasi madani yang berjiwa Pancasila yang siap mengukir Indonesia dengan prestasi, karya dan perilaku luhur.
Salam literasi,
Penggerak KebaikanCGP4
Daftar Pustaka:
https://www.instagram.com/p/Cc76FuEPms4/?igshid=YmMyMTA2M2Y=
Modul 1.2 CGP Angkatan 4.
Profil Penulis:
Elmiya Sari, S.Pd. Lahir di Pasuruan provinsi Jawa Timur 44 tahun yang silam. Profesi penulis sebagai pendidik di satuan pendidikan UPT SDN Wonokerto-Kecamatan Sukorejo-Kabupaten Pasuruan. Hoby menulis, seni, olahraga dan motto hidup penulis adalah “Bekerja dengan Hati”.
Tulisannya sangat bermanfaat
BalasHapusTerimakasih bu Nita.
HapusTerima kasih sangat informatif
BalasHapusSenang bisa membantu bunda.
HapusInformAtif..manfaat
BalasHapusTerimakasih bu Iza.
HapusMantap Bu Elmi👍
BalasHapusTerimakasih bu Nurin.🙏😍
HapusAlhamdulillah keren
BalasHapusTerimakasih pak Rokhim🙏
HapusWah mantap.
BalasHapusSalam Guru Penggerak.
Salam Guru penggerak.💪🙏
HapusBermanfaat sekali bu..
BalasHapusTerimakasih senang bisa bermanfaat.🙏
HapusKeren bu Elmi, sangat menginspirasi
BalasHapusTerimakasih
Hapus