“AKHIR KISAH TRAGIS SAKERA di DESA BEKACAK”

 

“AKHIR KISAH TRAGIS SAKERA di DESA BEKACAK”

 

PATUNG “SAKERA”di DESA  BEKACAK

 

“Siapa yang bisa menangkap Sakera hidup atau mati akan ek(sebutan untuk aku pada kompeni) kasih hadiah keping emas”…..geram seorang tuan kompeni kepada anteknya. Sambil berkacak pinggang dengan pistol di pinggang dan ttopi bundar kebanggaannya seorang Belanda itu melempar-lempar segebok kepingan emas sebagai iming-iming. “ Baik tuan kompeni saya siap mencarinya…” jawab si antek.

Sakera adalah pemuda dari rumpun Madura keturunan ningrat pada jamannya. Ia lahir di desa Raci dengan nama kecilnya Sadiman. Ia bekerja sebagai mandor di perkebunan tebu milik Belanda. Sakera di kenal sebagai pemuda yang berani, tegas dan berwibawa. Selain memiliki jiwa kepahlawanan Sakera pun tergolong pemuda yang sakti Mandraguna. Walaupun mempunyai kesaktian Sakera adalah pemuda yang rendah hati dan baik budinya. Ia selalu memperlakukan anak buahnya dengan adil. Sakera tidak bisa melihat kedzoliman yang terjadi di hadapannya.

Belanda yang menjajah selama kurang lebih 350 tahun telah banyak menyengsarakan kehidupan rakyat, tak terkecuali rakyat Pasuruan. Selain ketidak adilan penggajian buruh pekebun,Belanda juga berencana memperluas pabrik gulanya dengan cara membeli lahan warga dengan harga yang sangat murah. Dan herannya carik ( sekretaris desa) menyetujui ulah Belanda dengan iming-imning keping uang yang tidak sedikit. Tentu saja si carik mau karena terserang penyakit serakah.  Sakera yang mempunyai jiwa nasionalis yang tinggi tak tega melihat warga yang banyak menderita. Sakera pun memberontak dengan mendatangi kantor pimpinan kompeni. “ Hai kompeni, jangan mentang-mentang tinggal di negeriku, serahkan tanah warga dan kamu akan selamat” gertak Sakera. Pimpinan kompeni tak mau kalah dengan  mengambil pistol di sakunya kompeni menodongkan senjatanya tepat ked ahi Sakera. “ Apa you bilang, kamu mau menggertakku,…hahahaha….anak kemarin sore berani macem-macem sama tuan kompeni” geram si kompeni. Sakera hanya tersenyum lalu berkata “sekarang kamu mau apa” ….muka si kompeni  merah padam….amarahnya terlihat dari raut mukanya yang kaku, matanya melotot  dan berpadunya kedua gigi gerahamnya yang bergesek hingga mengeluarkan suara yang tak sinkron.    Si kompeni menarik pucuk senjatanya…dan door….dooor….dooor….suara tembakan sebanyak tiga kali mengenai Sakera.. “Ha….ha…ha…itu imbalannya jika berani melawan kompeni.”Si kompeni tersenyum puas. Namun betapa kagetnya kompeni itu ketika melihat sakera hidup Kembali. Si kompeni segera mengambil pistolnya dan menembak Sakera untuk yang kedua kalinya. Sayangnya kali ini Sakera mengelak dan menekuk tangan si kompeni hingga tembakan itu berbalik arah mengenai dirinya sendiri.  Dan kompeni pun mati di tangannya sendiri.  Mendengar tembakan yang berkali-kali para pasukan kompeni masuk ke suara tembakan. Beruntunglah Sakera berhasl menyelamatkan diri.

Dari kejadian tersebut Belanda membuat sayembara…” Hadiah tinggi keeping emas untuk menangkap Sakera hidu atau mti”. Beberapa kali Sakera sempat ditangkap, Belanda berhasil menemukan persembunyiannya namun lagi-lagi Sakera dapat meloloskan diri. Dan Belanda pu sempat menembaknya namun Sakera bisa hidup lagi. Penangkapan Sakera tak lepas dari jasa-jasa  laporan antek-antek Belanda yang bersal dari bangsa pribumi. Heran…sungguh heran melihat kelakuan penghianat bangsa ini. Demi sepotong roti dan segelas susu rela menjual negerinya. Memang pada saat penjajahan susah sekali mencari makan karena hasil-hasil panen harus diserahkan ke tangan Belanda. Belum lagi pajak yang tinggi serasa mencekik leher rakyat Indonesia. Menderita di tengah kekayaan alamnya sendiri.  Selain makan yang sulit pakaianpun juga sulit. Rakyat pada masa penjajahan hanya menggunakan karung goni sebagai celananya. Itupun hanya punya satu cuci kering pakai…cuci kering pakai hingga banyak dihuni oleh kutu. Hanya warga pribumi yang bekerja untuk Belanda saja yang mendapatkan kehidupan layak dengan fasilitas yang memadai berupa makanan, roti, susu dan pendidikan. Namun andai para antek tidak ada Indonesia pasti merasakan kemerdekaan lebih awal.

“Karak segera Sakera  supaya you orang Indonesia tahu akibat kalua memberontak ek’  kompeni hahaha…….” dengan puasnya si kompeni sambal berkacak pinggang. “ You orang tinggal menunggu maut Sakera, sebentar lagi hukuman gantung akan kamu terima….hahaha”…kata si kompeni melanjutkan kebahagiaanny.

Hari itu hari Sabtu, Sakera tertangkap di sebuah acara tayuban. Tayuban adalah kesenian khas dari daerah Pasuruan, dimana ada penari dan penyanyi atau yang disebut “ sinden”. Dan saat itu Sakera sedang menghibur diri menari Bersama salah seorang sinden sambal memberi saweran. Namun dengan tiba-tiba segerombolan pasukan kompeni datang menodongkan senjata dan yang lainnya mengikat kedua tangannya. Sakera dikarak ( menyiksa sepanjang jalan ) antara Kancil mas hingga desa Bekacak.

Tahukah kalian, menurut kakek nenekku nama-nama desa sepanjang desa Kolursari yaitu desa kelahiranku adalah sebuah nama yang di ambil dari tragedy penyiksaan Sakera. Menurut kakek nenekku ketika di gantung di Kancil Mas ( sebuah desa di utara alun-alun Bangil) dan Sakrra pun wafat namun anehnya beberapa detik kemudian Sakera hidup lagi…seperti mempunyai seribu nyawa. Hal yang sama ketika peristiwa penembakan pertama yang dilakukan kompeni terhadap Sakera.

Akhirnya kompeni memutuskan  mengarak Sakera ke arah selatan kota Bangil tepatnya di kelurahan Kolursari. Tangan kanan dan kiri  Sakera diikat dengan tampar dan dipegangi oleh ke dua antek Belanda. Tampar itu ditarik ke kanan dan ke kiri dengan sangat keras hingga Sakera terombang-ambing dan tersungkur. Sakera pun berontak untuk melepaskan ikatan tampar tersebut hingga tubuhnya mendal-mendal. Hingga akhirnya orang-orang menamai desa tersebut dengan nama “ Mendalan”.

Selanjutnya Sakera merasa kecapek an tubuhnya lunglai, banyak darah yang mengucur karena pukulan cambuk para antek kompeni. Melihat Sakera lunglai para antek semakin keras menyambuk dan menghempaskan tali tampar kesana kemari. Sepertinya siksaan yang dilakukan kompeni sungguh keterlaluan. Dengan sengaja para antek menarik tali itu kemudian mengulurnya Kembali…menarik…kemudian mengulur lagi….hingga Sakera benar-benar kehabisan tenaga. Menarik dan mengulur-ngulur tali tampar Sakera dengan kesakitan yang sungguh,  hingga desa tersebut diabadikan menjadi sebuah nama  yaitu “ Kolursari”.Dan di desa Bekuk konon kisahnya Sakera setelah berontak tubuhnya ditekuk-tekuk hingga tulangnya patah.

Melihat Sakera sudah lunglai kompeni berkata…” sudah…sekarang biarkan saja, tidak mungkin Sakera dapat lari lagi dengan keadaan sekarat seperti ini…..lepaskan saja talinya. Akhirnya antek kompeni berkata kepada sesame anteknya “ umbar….umbaren ae wes….kate matek gak iso ocol” ( Bahasa Indonesianya sudah lepaskan saja karena tidak bakal bisa lepas). Kata Umbar akhirnya diabadikan menjadi desa yang bernama  “ Sambar”.

 

Bekacak, desa inilah akhir dari kisah tragis Sakera. Karena disini telah terjadi tragedi yang luar biasa . Di desa Bekacak ini para antek telah menggali calon kuburan Sakera. Di bawah sebuah pohon rindang Sakera dihempaskan dalam posisi tersungkur. “ Menyerahlah, Apa permintaanmu terakhir” kata si kompeni ….seolah memberikan kesempatan terakhir Sakera. Tubuh lemas Sakera tak menghalangi ketegaran hatinya. Sambil menatap tajam ke arah Belanda Sakera berucap “ Enyah kalian dari negeriku, sampai darah penghabisan aku tak akan menyerah kepadamu. “…ppuiiihhhh sambil meludahi muka si kompeni. “Hmmm….penggal kepala   Sakera “ kata si kompeni dengan suara keras karena geram.  Rupanya kesabaran kompeni kali ini sudah habis. 

Dua algojo segera mendekati Sakera, dengan tatapan bengis keduanya memandangi wajah Sakera. Suasana menjadi hening mencekam saat itu. Tak terdengar suara apapun, serasa semua orang menahan nafasnya. Pedang algojo yang mengkilat menambah suasana mencekam. Satu….dua….tiga…..putuslah kepala Sakera dari badannya seketika itu. Orang-orang yang melihat berteriak histeris sambil menutup matanya. Tak tega menyaksikan pemandangan di depannya……belum berhenti teriakan orang-orang itu, seperti peristiwa yang lalu kepala Sakera berjalan menemui raganya dan menyatu seperti sedia kala. Kompeni dan orang-orang yang menyaksikan ternganga keheranan. Kejadian di luar nalar telah mereka saksikan.

“Penggal Kembali, Penggal berkali-kali hingga mampus”, teriak kompeni dengan histeris.  Kedua algojo segera melaksanakan perintah tuan kompeninya. Algojo kembali melakukan kekejian serupa kepada Sakera. Dan kagetnya hal yang sama pun terjadi. Tubuh Sakera kembali menyatu. Tiba-tiba datang telik sandi dari antek kompeni. Dia membisikkan sesuatu kepada si kompeni. Kompenipun mengangguk-angguk sambil tersenyum. Ternyata telik sandi mendapatkan informasi tentang kelemahan dari Sakera, syaratnya  dengan memisahkan potongan tubuh Sakera dari kepalanya, namun harus menyeberangi sebuah sungai.

Kompeni  berbisik kepada algojo….algojo pun segera mengambil ancang-ancang untuk melaksanakan perintah tuannya. Kali ini pasti berhasil pikir algojo. Orang-orang yang melihat di balik pintu rumah mereka mengucap Allahu akbar……dan putuslah kembali kepala Sakera dari raganya….namun kali ini antek dan telik sandi segera memasukkan  potongan kepala Sakera ke dalam karung, dan membawanya ke Kancil Mas. Tubuh Sakera yang sudah tidak bergerak lagi segera dimasukkan ke dalam lubang kuburan dengan cara ditekuk-tekuk. Lau telik Sandi bilang” Beh  icak -icak  en “( segera injak-injaklah ) ….dari peristiwa tragis “ beh icak-icak en” sekarang menjadi sebuah desa “BEKACAK”. Kisah tragis di desa Bekacak ini telah diabadikan sebagai kisah sejarah yang tak akan terlupakan bagi penduduk sepanjang jalan Mendalan hingga Bekacak. Patung Sakera yang dibangun di desa Bekacak mengisahkan perjuangan dan kisah tragis Sakera saat itu. Meski waktu berjalan berabad-abad namun kisa Sakera melekat dalam ingatan penduduk desaku dan menjadi cerita turun-temurun yang menyedihkan dan syarat dengan kisah kepahlawanan yang dapat menumbuhkan karakter pemberani, rendah hati, baik budi  dan cinta tanah air. Berikut adalah foto makam SAKERA yang saya ambil dari warta Bromo peringati  hari Pahlawan. Warga Pasuruan melakukan ziarah kubur ke makam SAKERA.

FOTO MAKAM SAKERA

 

Sumber kisah  : Cerita almarhum kakek dan nenek.

Sumber Foto    : Warta Bromo

 

Dunia Meta, 12-02-2022

 

Penggerak kebaikan.

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LOMBA BLOG SATU GURU, JURUS JITU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN KURIKULUM MERDEKA BELAJAR

"PROOFREADING PENEPIS MALU SEBELUM MENERBITKAN TULISAN”

“MENULIS BUKU dari KARYA ILMIAH”