“PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI”
“PEMBELAJARAN
BERDIFERENSIASI”
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi?
Sebelum kita jawab Mari kita baca ilustrasi berikut,
Ibu Dewi adalah guru kelas 2 SD
dengan jumlah murid sebanyak 32 murid. Di antara 32 murid di kelasnya tersebut,
Bu Dewi memperhatikan bahwa 3 murid selalu selesai lebih dahulu saat diberikan
tugas menyelesaikan soal-soal perkalian. Karena dia tidak ingin ketiga anak ini
tidak ada pekerjaan dan malah mengganggu murid lainnya, akhirnya ia
berinisiatif untuk menyiapkan lembar kerja tambahan untuk 3 anak tersebut. Jadi
jika anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk 3 anak tersebut,
Bu Dewi menyiapkan 25 soal perkalian.
Bagaimana menurut anda, apakah pembelajaran yang
dilakukan bu Dewi di atas adalah tepat? Apakah pembelajaran di atas adalah
pembelajaran berdeferensiasi?
Menurut Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah
usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan
belajar individu setiap murid.
Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi
bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk
mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak
jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain.
Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang
pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula
memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi
bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang
gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di
mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C
dalam waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap
atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda
dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan.
Lalu seperti apa sebenarnya
pembelajaran berdiferensiasi?
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common
sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.
Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
- Kurikulum
yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi
bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga
muridnya.
- Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya.
Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi
kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan
sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang
berbeda.
- Bagaimana
mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid
untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar
yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa
akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
- Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur,
rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga
struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang
berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
- Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan
informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah
dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau
sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang
ditetapkan.
Jika kita
mengacu ke kasus Ibu Dewi di atas, maka keputusannya untuk memberikan soal
tambahan, dengan jenis soal yang tetap sama serta tingkat kesulitan yang juga
sama, kepada tiga murid yang selesai terlebih dahulu, belum dapat dikatakan
sebagai diferensiasi. Apalagi, tujuan diberikannya soal tadi adalah agar tiga
murid tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga tidak mengganggu murid yang
lain. Pembelajaran berdiferensiasi
haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru
merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Dewi
perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar
dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya,
termasuk ketiga murid tersebut.
Bagaimana kita dapat melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid ?
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
- Kesiapan
belajar (readiness) murid
- Minat
murid
- Profil
belajar murid
Sebagai
guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih
baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman
yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas
tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan
jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang
mereka sukai (profil belajar).
Mari kita bahas satu
persatu ketiga aspek tersebut.
1. KESIAPAN BELAJAR
Kesiapan belajar merupakan kondisi dimana guru mengetahui kemampuan pada masing-masing siswa yang dilakukan melalui assessment awal dengan cara wawancara dan angket. Kesiapan belajar siswa dapat digunakan guru untuk melakukan tahap berikutnya yaitu membuat strategi belajar yang tepat serta memberikan materi sesuai dengan kesiapan belajar siswa. Dalam membuat strategi belajar yang tepat guru juga memperhatikan minat dan profil dari masing-masing siswa.
Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru.
Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid
keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan
dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.
Ada
banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan
bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan
tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk
mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser
tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar,
menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan
menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan
menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Berikut 6 dari beberapa
contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut
Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).
- Bersifat
mendasar - Bersifat transformatif
Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut. Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.
- Konkret
- Abstrak
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
- Sederhana
- Kompleks
Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.
- Terstruktur
- Open Ended
Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain murid mungkin siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
- Tergantung
(dependent) - Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
- Lambat -
Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.
Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid
bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi
tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini,
sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan
diajarkan. Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan
kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi
tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi
kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).
2.
MINAT
Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah
kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan
kepuasan diri.
Tomlinson
(2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat,
diantaranya adalah sebagai
berikut:
- membantu
murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka
sendiri untuk belajar;
- mendemonstrasikan
keterhubungan antar semua pembelajaran;
- menggunakan
keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk
mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi
mereka, dan;
- meningkatkan
motivasi murid untuk belajar.
Minat dapat dilihat dari 2 perspektif yaitu
1. Minat
situasional, yaitu keadaan psikologis yang dicirikan oleh
peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu.
Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik
hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut,
karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur, menarik
dan menggunakan berbagai alat bantu visual
2. Minat
individu, yaitu sebuah kecenderungan individu untuk terlibat
dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Seorang anak yang
memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar
tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak
membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur.
Beberapa cara
yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik minat murid diantaranya adalah
dengan:
- menciptakan
situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor,
menciptakan kejutan-kejutan, dsb),
- menciptakan
konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid,
- mengkomunikasikan
nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,
- menciptakan kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based learning).
3.
PROFIL BELAJAR
Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu
paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan
belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan
kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai
guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar
yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu
setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini
sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar
mereka. Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini
adalah beberapa diantaranya:
·
Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu
ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya
terstruktur/tidak terstruktur, dsb.
Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu
dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.
- Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif,
personal - impersonal.Preferensi gaya belajar.
Gaya belajar adalah bagaimana
murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi
baru. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:
- visual:
belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar,
menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic
organizer );
- auditori:
belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca
dengan keras, mendengarkan pendapat saat berdiskusi,
mendengarkan musik);
- kinestetik:
belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh,
kegiatan hands on, dsb).
Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.
- Preferensi
berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences): visual-spasial,
musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal,
verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika.
Perlu diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid atau terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya.
Guru dapat
mengidentifikasi kebutuhan murid dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa
contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan
belajar murid:
- Mengamati perilaku murid-murid
mereka;
- Mengidentifikasi pengetahuan awal yang
dimiliki oleh murid terkait dengan topik yang akan dipelajari;
- Melakukan penilaian untuk menentukan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian
mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari
proses penilaian tersebut;
- Mendiskusikan kebutuhan
murid dengan orang tua atau wali murid;
- Mengamati murid ketika mereka sedang
menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
- Bertanya atau mendiskusikan permasalahan
dengan murid;
- Membaca rapor murid dari kelas mereka
sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat
pencapaian murid sebelumnya;
- Berbicara dengan guru murid sebelumnya;
- Membandingkan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang
ditunjukkan oleh murid saat ini;
- Menggunakan berbagai penilaian penilaian
diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada dalam level
yang sesuai;
- Melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan
belajar murid;
- Mereview dan melakukan refleksi terhadap
praktik pengajaran mereka sendiri untuk mengetahui efektivitas
pembelajaran mereka; dll.
Demikian resume tentang pembelajaran berdiferensiasi yang saya pelajari dari modul 2 CGP. Semoga bermanfaat. Mari berkolaborasi mewujudkan pembelajaran berdeferensiasi di kelas untuk kemajuan belajar anak-anak didik kita. Seperti kutipan dari Sang empunya pendidikan.
Serupa
seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu,
jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah
seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik,
Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.”
Penggerak kebaikan
Komentar
Posting Komentar