METODE MENGAJAR ANAK USIA DINI VERSI KI HADJAR DEWANTARA SOLUSI MEWUJUDKAN VISI MURID IMPIAN.

METODE  MENGAJAR ANAK USIA DINI VERSI KI HADJAR DEWANTARA SOLUSI MEWUJUDKAN VISI MURID IMPIAN.

 


Oleh: Elmiya Sari, S.Pd.


Profil pelajar Pancasila adalah muara dari serangkaian upaya perjalanan panjang menggapai budaya positif . Tentunya serangkaian perjalanan panjang tersebut diperlukan suatu pengorbanan tulus ikhlas dari pendidik untuk mewujudkan visi murid impiannya. Bukan demi  sanjungan atau suatu  pengakuan, tapi demi murid impian masa depannya. 

Jiwa profil pelajar Pancasila dapat kita semaikan pada anak usia dasar. Sekolah adalah sebagai tempat persemaian budaya merupakan wadah yang tepat bagi pertumbuhan budaya-budaya positif. Mengapa jiwa Pancasla kita semaikan pada anak usia dasar? Jawabannya adalah karena anak usia dasar adalah usia yang mudah untuk dibentuk serta di arahkan. Namun dalam membentuk anak –anak usia dasar dibutuhkan metode yang selaras dengan pertumbuhannya. 

Sementara itu, menurut Ki Hajar Dewantara metode pembelajaran yang digunakan untuk anak usia nol sampai tujuh tahun antara lain  metode sari-swara.  Metode ini  dapat menggabungkan unsur  pelajaran lagu,  sastra dan cerita yang dalam penggabungan tiga  unsur pelajaran ini akan  tergabunglah pula  rasa, pikiran dan budi pekerti anak (Dewantara, 1959: 281). 

Didukung  oleh penelitian dari Magta (2013: 221)  yang menjelaskan  proses  pengajaran  di  sekolah  indria  menggunakan  metode  pendekatan  pada  budaya bangsa  sendiri  seperti  menggunakan  permainan  tradisional,  lagu  tradisional,  bercerita  dan menggunakan media pembelajaran dari bahan alam yang menjadikan keunikan tersendiri dari metode Ki Hajar Dewantara untuk anak usia dini. 

Lebih lanjut Ki Hajar Dewantara menjelaskan, terdapat dua metode pembelajaran yang  cocok untuk  mengasah aspek  lahiriah dan  batiniah anak.  Untuk aspek lahiriah,  pendidik dapat  memberi  kebebasan  dengan  tidak melupakan  arahan yang  sifatnya  tidak melarang anak, serta berikanlah ruang pada anak untuk dapat bergerak sebebas mungkin sebab pada jenjang ini  motorik anak berkembang  sangat pesat-pesatnya. Sementara itu  untuk mengasah aspek batiniah anak guru dapat mendekatkan anak dengan cara atau karateristik mereka belajar yang sesuai dengan jiwa mereka seperti permainan, kerajinan dan menyanyi (Yudistira, 2017: 1). 

Lebih  dalam  membahas  tentang  metode  bernyanyi  yang  digunakan  Ki  Hajar  Dewantara, beliau menjelaskan bahwa metode bernyanyi diberikan untuk menyempurnakan sikap atau tabiat anak dikarenakan  nyanyian  berhubungan  erat  dengan  unsur  bahasa  dan  musik.  Menurut  Ki  HajarDewantara,  bagi  seorang  dari  suku  Jawa  adalah  perbuatan  yang  tercela  bila  ia  tidak  mengenal nyanyian dan musik Jawa sebab kedua itu dianggap sebagai soko guru dari  keluhuran watak orang Jawa (Dewantara, 1959: 154).  

Sementara untuk penanaman karakter atau budi pekerti yang luhur pada  anak usia dini, Ki Hajar  Dewantara  menggunakan  metode  pembiasaan  dan  pemberian  contoh  (Hidayah,  2015:  6). Dengan menggunakan metode pembiasaan dan pemberian contoh bagi anak untuk dapat menanamkan budi pekerti, nilai, harkat, martabat kemanusiaan, nilai moral dan watak, maka secara tidak langsung guru dapat menanamkan nilai-nilai baik tersebut  dengan anak  tanpa secara sadar sedang  dibentuk karakternya menjadi apa yang diinginkan guru.

 Ki Hajar Dewantara membagi tahap perkembangan manusia  dengan  menggunakan  tujuh  tahun interval  usia  kronologis  manusia  yaitu:  (1)  usia  satu sampai  tujuh  tahun yang  masuk  ke  usia  kanak-kanak metode  yang cocok  yaitu  pembiasaan  dan pemberian contoh. (2) usia tujuh sampai empat belas tahun masuk ke dalam masa pertumbuhan jiwa dan pikiran, metode yang cocok digunakan yaitu tuntunan. (3) usia empat belas sampai dua puluh satu tahun masuk ke dalam masa terbentuaknya budi  pekerti dan periode social dimana metode yang cocok adalah mendisiplinkan diri sendiri dan merasakan secara langsung. 

Didukung juga dari  pendapat  Ki  Hajar  Dewantara  yang  terdapat  dalam  penelitian  Adpriyadi  (2018:  37)  yang menjelaskan bahwa pendidikan karakter pada anak usia dini dapat dibentuk melalui metode contoh teladan, cerita dan permainan yang dapat digunakan oleh guru untuk menanamkan karakter baik pada anak usia dini tanpa anak sadar bahwa karakternya sedang dibentuk oleh guru. 

Selain dari metode yang sudah dijelaskan diatas, Ki Hajar Dewantara juga mempromosikan menggunakan metode sistem among yang  berdasarkan pada  pendidikan yang  asah, asih  dan asuh (Hidayah, 2015: 4). Adapun inti dari sistem among tersebut yaitu (1) Ing Ngarso Sing Tulodo yang berarti jika pendidik berada didepan maka harus memberikan teladan pada murid. Hal ini baik pula diterapkan  pada  anak  usia  dini  yang  sebaiknya  tidak  perlu  diberi  banyak  nasehat,  petuah  atau ceramah. (2) Ing Madya Mangun Karso yang berarti jika pendidik berada ditengah harus lebih banyak membangun dan membangkitkan kemauan anak untuk  mencoba berbuat sendiri,  seperti guru anak usia dini yang tetap harus selalu membangun dan membangkitkan semangat anak mencoba hal baru disekolah. (3) Tut Wuri Handayani yang artinya jika pendidik dibelakang wajib memberi dorongan dan memantau agar anak mampu bekerja sendiri. 

Setelah mengetahui metode mengajar anak usia dini sebagaimana pendapat Ki Hajar Dewantara di atas selanutnya bagaimana tugas pendidik Ki  Hajar  Dewantara? Atas dasar keluhuran budi Ki Hadjar Dewantara  menjelaskan  bahwa  tugas  seorang  pendidik  meliputi mengembangkan  cipta  (kognitif  atau  daya  pikir),  mengembangkan  rasa  (sikap  atau  afektif), mengembangkan karsa  (psikomotorik atau  keterampilan)  (Sujiono, 2011:  128-129).  

Sementara  itu dalam konteks sistem  among yang dipromosikan oleh Ki Hajar  Dewantara tugas seorang pendidik meliputi  menjaga sikap dan bicara  agar  menjadi teladan  (perwujudan  Ing Ngarsa  Sung Tuladha), memotivasi peserta didik (perwujudan Ing Madya Mangun Karsa), bersikap tegas dengan menegur peserta  didik yang  melakukan kegiatan  berbahaya (perwujudan  Tut Wuri  Handayani) (Adpriyadi, 2018:  39). Selain  itu,  pendidik yang  baik haruslah  menuntun  dan  memberikan  nilai positif  yang ditanamkan melalui cara yang menyenangkan sehingga potensi yang dimiliki  anak dapat maksimal (Dewantara, 1959: 5-6).

Dengan metode mengajar dan filosofi mengajar dari Ki Hadjar Dewantara akan menjadikan anak tidak hanya pandai dalam bidang kognitif. Namun seluruh kemanpuan anak akan tergali secara selaras baik ketrampilan maupun batiniahnya. Keselarasan ini akan membuat jiwa anak tangguh dalam mengahadapi tantangan zaman. 


Penggerak kebaikancgp4

Sumber tulisan: Modul CGP Angkatan 4

Penulis adalah guru pada Satuan Pendidikan UPT SDN Wonokerto, Kecamatan Sukorejo-Kabupaten Jawa Timur.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"PROOFREADING PENEPIS MALU SEBELUM MENERBITKAN TULISAN”

LOMBA BLOG SATU GURU, JURUS JITU DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN KURIKULUM MERDEKA BELAJAR

“MENULIS BUKU dari KARYA ILMIAH”